I Love You, Bernadya! Walau Kamu Membuatku Pick Me.

7 comments

Mari kita ghibahin Bernadya. 

Jadi beberapa waktu yang lalu, saya dapet kerjaan dari Oasea, yaitu disuruh nonton konser AvoRestasion 2024 di Prambanan. Klik di sini untuk rekapan seru-seruan saya nonton konser kemarin, barangkali kalian mau lihat. Kalau enggak ya nggak papa sih. Tapi nanti nyesel lho nggak lihat budhe-budhe pecicilan nonton konser.

komunitas budhe-budhe lincah

Salah satu artis yang ngisi konser tersebut adalah Bernadya, yang selama dua bulanan sebelum konser saya kepoin abis karena...duh ceritanya agak panjang, tapi ya nggak papa ini kan blog bukan IG story jadi saya ceritain aja panjang-panjang.

Jadi ceritanya, salah satu bestie saya baru aja putus. Nah, bestie saya jadi eneq sama Bernadya, karena ndilalah mantannya adalah Bernadya garis kenyal. Apalagi pas itu, lagunya Bernadya diseteeeelll mulu dimana-mana kek apt apt. Mengetahui ke-eneq-an bestie saya tersebut, saya malah penasaran dan secara sengaja serta berkesadaran penuh mendengarkan Bernadya, lalu menghafal lagunya, agar supaya saya bisa menyanyikan lagu-lagu Bernadya sepanjang waktu di depan bestie saya itu kalau pas ketemu. Saya kan orangnya kalau bestie senang ikut senang, kalau bestie susah tambah senang.

Berawal dari ngisengin bestie, saya malah kesirep Bernadya. Saya jadi sukaaa banget lagu-lagunya, bikin saya bisa lebih menyelami curhatan galau bestie-bestie saya yang jomblo meskipun rumah tangga saya baik-baik saja. Musiknya juga oke banget buat pengiring baca novel, umbah-umbah, pilates, sampai weightlifting. Pokoknya Bernadya aku padamu!


menemani Momon senam hamil diiringi lagu Bernadya

Singkat kata, sampailah pada hari-H konser. 

Bernadya itu BERNADYA BANGET! Karena masih artis baru (atau baru viral), jadi stage performance-nya itu masih malu-malu. Nggak jelek, bagus banget malah, tapi malu-malu tai ayam gitu. Bernadya-nya cantik, aura galau-nya memancar seantero kawasan candi Prambanan, tapi memang kelihatan dia belum terlalu nyaman jadi pusat perhatian. Terus udah gitu, apaan tuh namanya alat yang disumpelin ke kuping artis buat denger-denger instruksi dari panitia pagelaran gitu? Nah, itu mati-mati atau copot-copot mulu. Jadi sepanjang konser, sambil nyanyi, Bernadya sibuk mbenerin kuping AAAAA GEMEZ!

Bisa dibilang saya tambah terkinthil-kinthil sama Bernadya. Dan saya bertekad, saya harus nonton Bernadya lagi sebelum malu-malunya itu ilang. Dan ternyata, pack Dani juga sama! Dia juga paling menikmati performance Bernadya yang malu-malu santai dan berasa liat temen manggung dibandingkan semua artis lainnya yang udah senior dan diva abis.


Pas saya utarakan itu, Momon berusaha memberi saya (( pengertian )) kalau itu tu jelek dan tidak layak ditonton lagi.

"Ya...tapi aku suka kok, pengen nonton lagi."

"Braaa, kuwi ki elek banget braaa! Aku biasa nonton konser, kuwi ki elek!!!!!!!"

***

Kejadian seperti ini sering kali terjadi lho, terutama dengan netizen. Pernah soal resto, soal kopi, soal makeup style, sampai soal artis idola. Orang seringkali nggak terima dan merasa pendapatnya tidak didengar, kalau ada yang punya selera berbeda.

Saya pernah ngomongin parfum di IG story dan bilang saya suka aroma yang mass pleasing dan aman, jadi kurang tertarik untuk explore niche perfume. Pas itu ada yang DM saya, "berarti selera parfummu cetek, Mbak. Mending banyak belajar lagi."

Pernah juga kejadian sebaliknya. Saya pernah mereview suatu skincare, tapi saya nggak suka karena produk tersebut menimbulkan efek samping di saya, yaitu kulit memerah dan gatal. Beberapa hari setelah review saya naik, ada reviewer lain yang mereview produk yang sama, dan bilang kalau review saya ngawur (no mention sih wkwk). Efek samping yang saya katakan tersebut tidak mungkin terjadi karena produk ini tidak mengandung bahan yang bisa memicu hal tersebut, katanya.

Pas itu sih saya masih dalam kondisi anu yah. Saya jadi galau sekali, takut salah, takut ngasih informasi yang keliru, dan takut-takut lainnya. Saya ovt banget, sampai sering menangis dan akhirnya memaksakan diri memakai lagi produk tersebut. Yang akhirnya, ya bisa ditebak, saya gethelen dan merah-merah lagi, bahkan makin parah, dan saya pun harus ke dokter kulit.

***

Sebenernya, hal-hal yang terlihat menyebalkan yang saya ceritakan di atas adalah pertanda baik bagi saya. Karena itu adalah salah satu sign bahwa kesadaran saya kembali. Saya sadar akan selera saya, dan saya juga sadar bahwa saya punya pendapat dan pilihan pribadi.


Karena memang beberapa tahun belakangan, kalau ada orang yang bilang bahwa makeup/ film/ style atau apapun yang saya suka itu jelek, saya pasti jadi goyah. Kemarin-kemarin, saya pasti jadi mempertanyakan kembali, "hmm...apa memang jelek ya? Jangan-jangan memang selera saya buruk sekali." Lalu ovt, dan berusaha untuk nggak menikmati hal-hal tersebut, karena males memicu perdebatan atau males dikatain pick me.

Padahal kalau menoleh lebih jauh lagi, saya dulu bukan orang yang malas berdebat. Orang-orang yang kenal saya lama pasti menilai saya adalah orang yang punya pendirian dan tau apa yang saya mau, bahkan menjurus ke keras kepala. Tapi kenapa belakangan saya imbas-imbis seperti sapi begitu iyach?

Sebenernya jawabannya ya karena belakangan saya sendiri nggak tau mau saya apa. Penilaian saya menumpul, saya nggak tau lagi mana yang saya suka dan kenapa. Saya nggak paham lagi selera saya bagaimana. Jadi, bagaimana saya bisa mempertahankan pendapat saya kalau saya bahkan nggak paham saya suka beneran atau enggak?

"Musik zaman sekarang jelek-jelek!" Padahal bukan musiknya yang jelek, tapi saya yang memang belakangan nggak "mendengarkan" musik. Saya nyetel musik sebagai backsound aktivitas saya yang lain aja, bukan benar-benar menikmati. Makanya tidak ada yang mengena.

Saya juga nggak punya film favorit sekarang. Saya sering bertanya-tanya sendiri, "apa film zaman sekarang memang kualitasnya menurun ya?" Padahal saya yang nggak mindfull nonton-nya. Saya nonton sambil skip-skip karena nggak sabar mengikuti pace yang menurut saya lambat, terus disambi whatsapp-an atau ngedit video pula, ya mana saya bisa paham film tersebut bagus atau tidak?

***

Perjalanan untuk kembali bisa menikmati hal-hal kecil yang dulu sangat saya sukai tersebut sangat panjang, nggak mudah, dan prosesnya masih belum selesai sampai sekarang. Hasilnya juga bukan sesuatu yang langsung terlihat secara kasat mata. Bahkan saya pun nggak langsung sadar lho kalau segala usaha yang saya lakukan ada hasilnya!

AHA! moment saya itu ya...saat saya suka lagu-lagunya Bernadya. Semacam: akhirnya saya punya lagu favorit lagi. Yang sepertinya nggak akan saya temukan kalau saya nggak benar-benar meluangkan waktu untuk mendengarkannya, meresapi lirik-liriknya, dan menikmati tanpa sambil-sambil. Terima kasih, bestieQ. Dorongan untuk membuatmu kesal mampu membuat saya mindfull mendengarkan Bernadya.

Saya mulai nemu banyak lagu-lagu bagus dan mulai menyusun playlist spotify saya sendiri, nggak lagi sekedar pencet play pokmen ono rungon-rungon. Saya juga nemu potongan dialog mesum meaningfull dari novel yang saya baca. Saya tetep nonton film yang posternya bikin saya penasaran meskipun rating IMDb-nya jeblok. Saya tetep cari-cari toket konser Bernadya di Jogja meskipun seluruh ahli konser dunia bilang itu jelek. Dan ternyata hal-hal yang tetap saya lakukan meskipun tanpa "persetujuan" dari orang-orang itu adalah hal-hal yang benar-benar saya mau dan saya nikmati.

Dan ini bukan pick me yah, namanya. Perbedaan itu hal yang normal kok dalam hidup. Tapi kalau ternyata memang ini yang dinamakan pick me ya udah ngapapa. Saya pilih dibilang pick me ketimbang nggak nonton Bernadya, bau menyan, dan gathel-gathel. Jayson, uwu.

Saya sih cukup happy, karena perjalanan saya ini pelan-pelan bikin hidup saya berwarna kembali.